Senin, 26 Maret 2012

TEKNIK PEMASANGAN NGT

  1. Persiapan alat
1.1.      NGT ( Naso Gastric Tube) No.18 sesuai  kebutuhan
1.2.      Disposisi spuit 50 cc/blas spuit
1.3.      Bengkok
1.4.      Klem dan Jelly
1.5.      Plaster dan gunting
1.6.      Pengalas untuk tutup dada penderita
1.7.      Stetoskop
1.8.      Baskom berisi air
2. Prosedur
2.1.          Apabila penderita sadar, jelaskan terlebih dahulu tujuan pemasangan NGT
2.2.          Alat-alat diletakkan sebelah penderita arah kepala
2.3.          Petugas mencuci tangan yang bersih
2.4.          Atur posisi penderita, tidur terlentang kepala ditinggikan  pakai 1-2 bantal
2.5.          NGT diukur, dengan meletakkan ujung NGT pada ujung tulang dada kemudian memanjang lurus sampai kedahi, lalu diberi tanda panjang 45 cm atau 50 cm pangkal NGT di kleim.
2.6.          Pasang alas dada
2.7.          Ujung NGT diolesi dengan jelly
2.8.          Bila sadar untuk menelan bersama dengan NGT dimasukkan
2.9.          Secara perlahan NGT dimasukkan kedalam lambung melalui lubang hidung
2.10.      Sesudah NGT masuk sampai batas, bila tidak segera kontrol sudah masuk dalam lambung atau saluran nafas caranya :
2.10.1.  Buka kleim keluar cairan berarti sudah masuk dalam lambung, bila tidak keluar cairan segera kontrol
2.10.2.  Masukkkan pangkal NGT kedalam baskom berisi air, bila bergelembung segera cabut. Berarti masuk kedalam saluran pernafasan dan bila tidak kontrol dengan cara sebagai berikut
2.10.3.  Masukkan udara kedalam lambung sebanyak 30 cc segera cepat perawat yang satu mendengar dengan stetoskop didaerah lambung, bila terdengar suara ” kreseg” berarti NGT sudah benar masuk lambung
2.10.4.  Tutup NGT lalu difiksasi
2.11.      Bereskan  alat-alat dan perawat cuci tangan
3. Tehnik Pemasangan
3.1.          Sebelum SB Tube dipasang,sebaiknya balon tes lagi dengan mengembangkannya didalam air, kemudian kedua balon (esofagus dan lambung ) dikempeskan, SB Tube diberi jeli kemudian ujung pipa dimasukkan lewat lubang hidung perlahan-lahan terus didorong kalau perlu dibantu dengan memberikan sedikit demi sedikit sampai masuk sedalam 50 cm (batas yang ditentukan)
3.2.          Setelah pasti Tube berada dilubang, balon  lambung dikembangkan dengan isi udara 80-100 cc dan dengan tekanan yang sama, kemudian ujung luar pipa ditarik sampai terasa adanya tahanan dari balon lambung daerah kardia, ujung luar pipa dipiksasi dihidung
3.3.          Selanjutnya balon esofagusdikembangkan sampai tekanan 35-40 mg. Dan ujung pipa ditutup rapat
3.4.          Lakukan GC, bila aspirasi lambung bersih, dibiarkan tetap berkembang selama 24 jam dan selama ini tetap dilakukan tindakan pendinginan lambung penderita daharuskan puasa
3.5.          Setelah 24 jam aspirasi tetap bersih, balon esofagus mulai dikempeskan, tetapi tetap ditinggalkan ditempat selam 24 jam berikutnya. Mulai saat ini penderita sudah diperbolehkan minum sedikit demi sedikit selama itu aspirasi lambung tetap dikerjakan
3.6.          Bila dalam waktu ini terjadi perdarahan ulang ( Aspirasi Positif ) balon esofagus dikembangkan kembali dalam prosedur 2 diulang lagi
3.7.          SB Tube dapat dilepas bila selama 24 jam pengempesan balon esofagus tidak terjadi perdarahan ulang.

Sabtu, 17 Maret 2012

PPNI kukuhkan perawat spesialisasi kardiovaskuler

Untuk pertama kalinya. Pengurus Pusat Persatuan  Perawat Nasional Indonesia (PP PPNI)  mengukuhkan 52 perawat spesialisasi kardiovaskuler karena dinilai telah bekerja penuh loyalitas dan dedikasi.

"Ini merupakan suatu peristiwa penting dalam perkembangan keperawatan di Indonesia. Yang diwisuda hari ini, hendaknya sesekali melihat ke luar dunia keperawatan, jangan terlalu lama terpaku melihat ke dalam," kata Ketua Konsorsium Kesehatan Indonesia Prof Ma’rifin Husin, saat memberikan paparan dalam pengukuhan "Ners Spesialisasi Kardiovaskuler" di Jakarta, Rabu.

Dia menyatakan, banyak peristiwa di luar keperawatan yang mengharapkan uluran tangan  perawat. Jangan hanya memikirkan asuhan keperawatan spesialistik kardiovaskuler di rumah sakit, akan tetapi juga menjamah ranah di luar rumah sakit, termasuk upaya pencegahan terjadinya gangguan kardiovaskuler.

"Kenyataan ini hendaknya, dapat dijadikan sebagai salah satu tonggak perkembangannya.Ini bukan  suatu peristiwa yang berdiri sendiri, akan tetapi merupakan salah satu simpul dari  proses panjang perubahan dalam keperawatan di Indonesia. Tapi tetap butuh pembenahan lagi," ujarnya.

Sedangkan, Ketua PP PPNI Dewi Irawati, dalam sambutannya mengatakan wisuda ini dapat dikatakan sebagai wujud cita-cita luihur kalangan perawat. Perawat yang diwisuda adalah perawat lulusan S1 dan memiliki masa kerja sedikitnya 12 tahun. Selama bekerja, berdedikasi bagus. Miliki loyalitas tinggi, dan kerjama yang baik.

"Perawat kini sudah menjadi sebuah profesi. Dengan hatrapan semuanya bekerja secara professional. Profesi ini memang tidak bisa lepas dari perguruan tinggi," katanya.

Sementara, Dirjen Bina Upaya Kesehatan (BUK) Kementerian Kesehatan Supriyantoro mengatakan, Ners sangat berperan dalam penanganan berbagai penyakit, termasuk penyakit jantung.

Supriyantoro mengajak semua undangan yang hadir, baik doktor, perawat serta dokter ahli, memperhatikan tren penyakit tidak menular (PTM) yang banyak menjangkiti masyarakat yang dipicu berbagai faktor risiko antara lain merokok, diet yang tidak sehat, kurang aktivitas fisik, dan gaya hidup  tidak sehat.

"Peningkatan PTM berdampak negatif pada ekonomi dan produktivitas bangsa. Pengobatan PTM  seringkali memakan waktu lama dan memerlukan biaya besar. Beberapa jenis PTM adalah penyakit kronik dan/atau katastropik yang dapat mengganggu ekonomi penderita dan keluarganya," katanya.

Selain itu, salah satu dampak PTM adalah terjadinya kecacatan termasuk kecacatan permanen.

Pada acara itu, mantan Menkes Siti Fadilah Supari  mengatakan, munculnya Ners spesialisasi kardiovaskuler, hendaknya tidak membuat perawat lain berkecil hati, karena semua profesi memiliki kekhususan.


sumber : antaranews.com

Senin, 12 Maret 2012

ASKEP STROKE NON HAEMORAGIC

Guys...kali ini saya akan ngebahas masalah askep tentang penyakit stroke haemoragic....



A. Pengertian
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer C. Suzanne, 2002 dalam ekspresiku-blogspot 2008).
Gangguan peredaran darah diotak (GPDO) atau dikenal dengan CVA ( Cerebro Vaskuar Accident) adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak ( dalam beberapa detik) atau secara cepat ( dalam beberapa jam ) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah yang terganggu.(Harsono, 1996).
Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vascular.



B. Etiologi
Penyebab-penyebabnya antara lain:
  1. Trombosis (bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak).
  2. Embolisme cerebral (bekuan darah atau material lain).
  3. Iskemia (Penurunan aliran darah ke area otak).(Smeltzer C. Suzanne, 2002).

C. Faktor resiko pada stroke
  1. Hipertensi
  2. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif)
  3. Kolesterol tinggi
  4. Obesitas
  5. Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral)
  6. Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
  7. Kontrasepasi oral( khususnya dengan disertai hipertensi, merkok, dan kadar estrogen tinggi)
  8. Penyalahgunaan obat ( kokain)
  9. Konsumsi alkohol (Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131).

D. Manifestasi Klinis
Gejala – gejala CVA muncul akibat daerah tertentu tak berfungsi yang disebabkan oleh terganggunya aliran darah ke tempat tersebut. Gejala itu muncul bervariasi, bergantung bagian otak yang terganggu.
Gejala-gejala itu antara lain bersifat::
  1. Sementara Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam dan hilang sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Hal ini disebut Transient ischemic attack (TIA). Serangan bisa muncul lagi dalam wujud sama, memperberat atau malah menetap.
  2. Sementara,namun lebih dari 24 jam, Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini dissebut reversible ischemic neurologic defisit (RIND).
  3. Gejala makin lama makin berat (progresif) Hal ini desebabkan gangguan aliran darah makin lama makin berat yang disebut progressing stroke atau stroke inevolution.
  4. Sudah menetap/permanen (Harsono,1996, hal 67).

E. Pemeriksaan Penunjang
  1. CT Scan Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark.
  2. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
  3. Pungsi Lumbal
    • Menunjukan adanya tekanan normal.
    • Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan.
  4. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
  5. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena.
  6. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal.(DoengesE, Marilynn,2000).

G. Penatalaksanaan
  1. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral.
  2. Anti koagulan: Mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi. (Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131).
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Stok Non Hemoragic (SNH)
A. Pengkajian
  1. Pengkajian Primer
    • Airway.
      Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk.
    • Breathing.
      Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi.
    • Circulation.
      TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
  1. Pengkajian Sekunder
    • Aktivitas dan istirahat.
      Data Subyektif:
      • kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis.
      • Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot).
Data obyektif:
      • Perubahan tingkat kesadaran.
      • Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis (hemiplegia), kelemahan umum.
      • Gangguan penglihatan.
    • Sirkulasi
      Data Subyektif:
      • Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis bacterial), polisitemia.
Data obyektif:
      • Hipertensi arterial
      • Disritmia, perubahan EKG
      • Pulsasi : kemungkinan bervariasi
      • Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal.
    • Integritas ego
      Data Subyektif:
      • Perasaan tidak berdaya, hilang harapan.
Data obyektif:
      • Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan.
      • Kesulitan berekspresi diri.
    • Eliminasi
      Data Subyektif:
      • Inkontinensia, anuria
      • Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya suara usus(ileus paralitik)
    • Makan/ minum
      Data Subyektif:
      • Nafsu makan hilang.
      • Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK.
      • Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia.
      • Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah.

Data obyektif:
      • Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring)
      • Obesitas (faktor resiko).
    • Sensori Neural
      Data Subyektif:
      • Pusing / syncope (sebelum CVA / sementara selama TIA).
      • Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.
      • Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati.
      • Penglihatan berkurang.
      • Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral (sisi yang sama).
      • Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.

Data obyektif:
      • Status mental : koma biasanya menandai stadium perdarahan, gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif.
      • Ekstremitas : kelemahan / paraliysis (kontralateral) pada semua jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam (kontralateral).
      • Wajah: paralisis / parese (ipsilateral).
      • Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa), kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
      • Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil.
      • Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik.
      • Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral.
    • Nyeri / kenyamanan
      Data Subyektif:
      • Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya.

Data obyektif:
      • Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial.
    • Respirasi
      Data Subyektif:
      • Perokok (factor resiko).
    • Keamanan
      Data obyektif:
      • Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan.
      • Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit.
      • Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali.
      • Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh.
      • Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri.
    • Interaksi social
      Data obyektif:
      • Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.
(Doenges E, Marilynn,2000).

B. Diagnosa Keperawatan

  1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah : penyakit oklusi, perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral.
  2. Kerusakan mobilitas fisik b.d keterlibatan neuromuskuler, kelemahan, parestesia, flaksid/ paralysis hipotonik, paralysis spastis. Kerusakan perceptual / kognitif.
  3. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan.

C. Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1. :
Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah : penyakit oklusi, perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral.
Kriteria Hasil :
    • Terpelihara dan meningkatnya tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi sensori / motor.
    • Menampakan stabilisasi tanda vital dan tidak ada PTIK.
    • Peran pasien menampakan tidak adanya kemunduran / kekambuhan.
Intervensi :
Independen
    • Tentukan factor factor yang berhubungan dengan situasi individu/ penyebab koma / penurunan perfusi serebral dan potensial PTIK.
    • Monitor dan catat status neurologist secara teratur.
    • Monitor tanda tanda vital.
    • Evaluasi pupil (ukuran bentuk kesamaan dan reaksi terhadap cahaya).
    • Bantu untuk mengubah pandangan , misalnay pandangan kabur, perubahan lapang pandang / persepsi lapang pandang.
    • Bantu meningkatakan fungsi, termasuk bicara jika pasien mengalami gangguan fungsi.
    • Kepala dielevasikan perlahan lahan pada posisi netral.
    • Pertahankan tirah baring , sediakan lingkungan yang tenang , atur kunjungan sesuai indikasi.
    • Berikan suplemen oksigen sesuai indikasi.
    • Berikan medikasi sesuai indikasi :
      • Antifibrolitik, misal aminocaproic acid (amicar).
      • Antihipertensi.
      • Vasodilator perifer, missal cyclandelate, isoxsuprine.
      • Manitol.

Diagnosa Keperawatan 2. :
Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d kerusakan batuk, ketidakmampuan mengatasi lendir.
Kriteria Hasil:
    • Pasien memperlihatkan kepatenan jalan napas.
    • Ekspansi dada simetris.
    • Bunyi napas bersih saat auskultasi.
    • Tidak terdapat tanda distress pernapasan.
    • GDA dan tanda vital dalam batas normal.
Intervensi:
    • Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi.
    • Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan napas dan memberikan pengeluaran sekresi yang optimal.
    • Penghisapan sekresi.
    • Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan napas setiap 4 jam.
    • Berikan oksigenasi sesuai advis.
    • Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi.

Diagnosa Keperawatan 3. :
Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan
Tujuan :
    • Pola nafas pasien efektif
Kriteria Hasil:
    • RR 18-20 x permenit
    • Ekspansi dada normal.
Intervensi :
    • Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.
    • Auskultasi bunyi nafas.
    • Pantau penurunan bunyi nafas.
    • Pastikan kepatenan O2 binasal.
    • Berikan posisi yang nyaman : semi fowler.
    • Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam.
    • Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan.